Langsung ke konten utama

Ayah Athira


Menjadi orangtua, definitely changes our lives (and our life-cycles, of course). Tapi paling terasa tuh dari tabiat dan kelakuan kita. Si Bunda dan si ayah yang notabene manusia yang kurang sabaran, perlahan berubah jadi lebih sabar bin tabah setelah punya anak kicik. Awalnya perubahan itu diisi dengan airmata tiada akhir, tapi lama kelamaan yaaa nyadar sendiri, dengan punya anak, ego kita sebagai manusia harus direndam serendah mungkin, harus banyak ngalah dan fleksibel sama keadaan. Intinya kita yang harus nyesuaian diri sama keadaan anak, bukan sebaliknya. 

Dan Alhamdulillah, selama proses penyesuaian menjadi orangtua, ditemenin sama suami yang hebat, yang mau belajar. I know he's not perfect but nobody's perfect kan, tapi salut banget sama si ayah yang rasanya berubah 180 derajat karena kehadiran mahkluk kicik bernama Athira. Walaupun klo soal urusan bangun malem, dia udah nyerah sih but at least makin kesini makin keliatan 'usahanya' untuk menjadi the best father buat athira. Dari yang mau dateng ke kajian khusus parenting untuk ayah, mau bantuin hal kecil kaya suapin makan, bantuin ganti baju dan pampers, sampe mulai ikut sibuk mikirin kegiatan weekend buat athira, trus jadi jarang banget nongkrong sampe malem, lebih milih spend time sama anak :) and it makes me happy! Malahan kadang kesian juga sih liatnya, waktu main sama temen-temennya drastis berkurang hehe gantinya tiap rabu malem dan wiken pagi, si ayah boleh deh olahraga bareng temennya, trus athira sama bunda main aja dirumah sekalian beberes yeeukk.

Salah satu kajian yang pernah didatengin si ayah yaitu yang diadain sama Bendri Jaisyurahman, salah satu penggagas Komunitas Sahabat Ayah. Dan isinya emang bagus bangeeeet! secara hari gini masih ada ajaa yaa orangtua yang mikir anak itu tanggung jawab ibu aja, padahal ayah kan juga punya tanggung jawab besar dalam mencetak generasi zupeer! So, I'll share with you... Enjoy! 


AYAH HADIRLAH (bagian 1)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda, “Seorang ayah yang mendidik anak-anaknya adalah lebih baik daripada bersedekah sebesar 1 sa’ di jalan Allah.”

Nabi pun mencontohkan, bahkan ketika beliau sedang disibukkan dengan urusan menghadap Allah SWT (shalat), beliau tidak menyuruh orang lain (atau kaum perempuan) untuk menjaga kedua cucunya yang masih kanak-kanak, Hasan dan Husain. Bagi Nabi, setiap waktu yang dilalui bersama kedua cucunya adalah kesempatan untuk mendidik, termasuk ketika beliau sedang shalat.


Saat ini banyak keluarga di Indonesia yang kehilangan figur ayah. Ayah sudah berangkat kerja saat pagi buta, ketika si kecil masih tidur. Ketika ayah pulang malam hari, sering kali anak sudah tertidur.


“Tak heran jika anak ditanya, 'Bagaimana ayahmu?', jawabnya, 'Auk, ah gelap'. Karena memang mereka hanya bertemu waktu gelap, saat dini hari dan tengah malam,” kata Bendri Jaisyurahman, salah satu penggagas Komunitas Sahabat Ayah.


Minimnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan membuat anak mengalami beberapa masalah psikologis. Di antaranya, anak yang rendah harga dirinya, anak laki-laki yang cenderung feminin dan anak perempuan yang cenderung tomboy, anak yang lambat dalam mengambil keputusan, serta anak yang cenderung reaktif. Termasuk juga, maraknya generasi alay.


Lalu bagaimana idealnya peran seorang ayah dalam pendidikan anak? Menurut Bendri setidaknya ada 7 waktu yang perlu diluangkan ayah untuk anaknya.


1. Pagi hari


Ayah bisa memulai dengan membangunkan anak. Luangkan 5 menit untuk bermain atau mendengar cerita anak mengenai mimpinya.


2. Siang hari


Luangkan 5 menit saja untuk menelepon anak di siang hari. Mulailah dengan cerita ringan mengenai aktivitas ayah di kantor dan pancing anak untuk bercerita mengenai kegiatannya hari itu.


3. Malam hari


Sediakan waktu untuk bermain serta mendengar cerita anak mengenai aktivitasnya seharian. Beri komentar dan arahkan anak secara positif. Malam hari merupakan waktu yang efektif untuk menanamkan budi pekerti dan sikap-sikap yang baik.


4. Liburan


Saat hari libur, ayah bisa secara total melakukan aktivitas bersama anak. Tidak harus pergi berlibur, bisa juga dengan mencuci mobil bersama, memancing, pergi ke toko buku. Aktivitas tersebut akan menciptakan ikatan yang kuat antara ayah dan anak.


5. Di kendaraan


Saat mengantar anak ke sekolah atau ke tempat lain, terutama jika menggunakan mobil, tersedia kesempatan untuk ngobrol dengan buah hati. Selipkan nasihat, misalnya mengenai pentingnya berkendara dengan santun, menghormati hak orang lain, mengikuti aturan lalu lintas, dan lain-lain.


6. Saat anak sedih


Saat anak mengalami kesedihan, ia membutuhkan tempat untuk curhat dan menyampaikan keresahan hatinya. Jika ayah mampu hadir dalam situasi ini, anak tidak akan melabuhkan kepercayaan pada orang yang salah. Karena pahlawan bagi anak adalah mereka yang ada di dekat mereka, menghibur, mendukung dan menguatkan ketika mereka sedih dan mengalami masalah.


7. Saat anak unjuk prestasi


Luangkan waktu untuk hadir saat anak mengikuti lomba atau tampil di panggung. Kehadiran ayah dan ibu dalam momen itu merupakan bentuk pengakuan akan kemampuan anak. Tepuk tangan, foto, dan rekaman yang dibuat ayah atau ibu akan menjadi kenangan yang terus mereka bawa hingga besar nanti.

 
Hal yang perlu diperhatikan, anak tidak hanya butuh ayah, namun juga ibu. Sebagaimana pepatah Arab, al-umm madrasatun, ibu adalah sekolah bagi anak. Maka, ayah kepala sekolahnya. Ayahlah yang bertanggung jawab agar 'sekolah' tersebut berjalan dengan baik dengan menyediakan sarana dan prasarana, mengambil peran, serta membuat instrumen evaluasi. Sedangkan ibu menjadi sumber ilmu, hikmah, dan inspirasi bagi anak dalam proses tumbuh dan berkembang.

Jika masing-masing fungsi tersebut tidak dijalankan dengan baik, pengasuhan anak akan menjadi 'pincang'. Minimnya keterlibatan ayah, membuat anak cenderung penakut dan lambat mengambil keputusan. Sementara jika peran ibu yang hilang dalam rumah tangga, anak cenderung mengedepankan logika, tapi tidak memiliki kepekaan.

Semoga Bermanfaat!  :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Where Athira was Born: Kemang Medical Care

Sebulan setelah pernikahan, Alhamdulillah dikasih kepercayaan sama Allah untuk mengandung anak pertama kami. Kehamilannya bener - bener gak disangka, awalnya si bunda ngerasa demam dan gak enak badan alias pegel sekujur badan, terus berangkatlah sm si ayah ke dokter, sekalian di ceki ceki sana sini takutnya kena DBD karena demamnya udah berhari - hari. Eh bu dokternya malah ngomong "Selamat yaa pak, istrinya hamil" --- its like whaaaaaaaaaaaat?! bukannya kita ga seneng, tapi gak nyangka aja secara baru 2 minggu lebih nikah. Dan perjalanan pulang pun diisi dengan keheningan panjang *melongo sambil telen telen ludah* Dari awal kehamilan, kita selalu check up di Rumah Sakit Kawasan Bintaro yang sungguh tersohor itu (ya eyalaah cuma satu soalnya heuheu). Sebenernya si bunda udah cucok bgt sama rumah sakitnya, karena udah familiar banget secara dari brojol udah di Bintaro kaan, tapii.... gak cocok banget sama waktu nunggu dan dokternya (sebut saja mawar, udah lumayan senior n

Jalan-jalan Sore: AEON Mall, Serpong (BSD)

Salah satu resolusi setelah resign adalah: datengin tempat-tempat happening di hari biasa supaya sepi *cetek banget yaaa resolusinya* jadilah hari rabu yang lalu niat plesiran ke AEON Mall yang sungguh happening itu! Sebenernya udah pernah kesana pas weekend dan sungguh sangat kuciwaaa karena penuhnyaaaa amittt-amitt bangeeeet! Masuk Mall macet, cari parkir susah, cari restoran penuh semua, mau jalan rasanya sesek banget saking penuhnya orang. Pokoknya super gak nyaman and it was unpleasant experience. Dan ternyata jalan-jalan di AEON ketika hari biasa adalah syurgaaa duniaaa :) Semua jadi berasa keliatan bagus dan rapih jali, tentunya jadi bener-bener merhatiin segala perintilan di Mall dengan sungguh seksama. Bagussss yaa ternyata Mall-nya, I likeee! Buat pencinta budaya jepang, udahlah gak perlu ke jepang cukup ke AEON aja udah mirip kayaknya hahaha! Soalnya dari sebagian besar toko-toko, jualannya barang-barang buatan jepang, terus untuk restorannya sendiri 80% ad

Kelas Funletics di Sekolah Kembang

Well, sebagai orangtua dengan anak (yang kayaknya) yang memiliki kencenderungan seorang kinestetic learner, gw dan suami harus rajin-rajin cari aktivitas yang banyak melibatkan fisiknya Athira. Di umur 1-2 tahun, udah sering banget ikutan kegiatan sensory class dsb, tapi yaa gitulah merasa kurang maksimal. Pertama, karena anaknya gampang bgt ke distract sama anak lain dan mainan lain di sekitarnya. Kedua, kalo dilarang anaknya cepet cranky terus ngambek. Jadi kita memutuskan untuk melakukan segala stimulasi sensory di rumah aja sama bunda (cek #BelajarDiRumah yaa siss!), nah untuk kegiatan fisik baru deh cari di luar.